Guna memberi jaminan ketersediaan berbagai produk bagi ribuan
pelanggannya setiap hari, serta menciptakan efisiensi bagi dirinya dan para
pemasok, Carrefour membenahi sistem rantai pasokannya. Bagaimana sistem SCM
baru ini bekerja?
Seorang ibu yang sedang berbelanja di sebuah supermarket tampak
bersungut-sungut, karena beberapa produk yang dicari tidak tersedia. “Maaf, Bu,
barangnya sedang kosong. Stoknya habis,” seorang SPG buru-buru menjelaskan.
Barang tak tersedia memang kerap terjadi di gerai modern. Kalau
pun ada, biasanya harga barang itu melonjak mengikuti tingginya permintaan. Apa
penyebabnya? Salah satunya karena rantai pasokan (supply chain) ada yang
terganggu. Bisa saja, barang yang dipasok telat dikirim. Atau, bisa jadi pemasok
tidak mampu memenuhi service level yang disepakati dengan peritel. Misalnya,
semula disepakati supplier bisa memasok 100 unit barang ke peritel setiap
minggunya, tapi kenyataannya hanya sanggup memasok 50 unit. “Di Carrefour,
barang tidak ada atau langka sudah tidak pernah terjadi lagi. Sebab, jaminan
pasokannya selalu ada,” kata Irawan D. Kadarman, Direktur Corporate Affairs PT
Carrefour Indonesia, mengklaim.
Menurut Irawan, sistem rantai pasokan memang memegang peran
penting dalam industri ritel. Terlebih bagi peritel besar sekelas Carrefour,
yang memiliki 75 gerai dengan lokasi tersebar di berbagai tempat (30 gerai
Carrefour di bawah PT Carrefour Indonesia dan 45 gerai Carrefour Express di
bawah PT Alfa Retailindo Tbk.) dan bekerja sama dengan lebih dari 4 ribu
pemasok. “Tanpa adanya rantai pasokan yang efisien, mengelola magnitude sebesar
itu, sudah tidak mungkin. Jadi dengan adanya rantai pasokan yang efisien, maka
jaminan pasokan barang selalu ada dan harga untuk konsumen akan selalu
terkelola dengan baik,” Irawan menerangkan.
Seperti apa sistem supply chain management (SCM) yang
dikembangkan Carrefour? Menurut Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior
Carrefour, SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika
Carrefour baru memiliki beberapa gerai. Ketika itu, SCM yang dikembangkan masih
sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di
gerai. Selain itu, fokusnya masih pada barang pangan siap saji. “Kami mulai
serius mengembangkan SCM ini sejak Juli 2007. Kami investasi di bidang
teknologi informasi (TI) untuk mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda,
sehingga memudahkan pemasok dan gerai,” tutur Bayu.
Untuk tujuan itu, dibeli sebuah aplikasi ternama khusus untuk
rantai pasokan dan sekaligus mampu menjalankan warehouse management system,
yakni InfoLog. Dengan InfoLog, semua proses dalam rantai pasokan bisa
diintegrasikan. Selain itu, sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour dengan
para pemasok – walaupun diakui Irawan, belum semua pemasok terintegrasi. “Saat
ini fokus kami pada efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh
pelanggan berupa keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif,”
kata Irawan.
Rantai pasokan yang dibangun Carrefour ini berdasarkan
perhitungan tingkat optimasi dari pabrik atau pemasok sampai ke rak (shelf)
gerai. Hal ini membutuhkan analisis dari setiap jenis produk dan supply chain
pemasok. Metode yang dipakai Carrefour untuk SCM ini dengan menerapkan proses
just-in-time (JIT) di pusat distribusi (Distribution Center/DC), yang disebut
Cross Dock. Tujuannya untuk mengefisienkan proses sehingga tidak diperlukan
adanya stok di pusat distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang hari ini
ke DC Carrefour di Pondok Ungu dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya barang
itu sudah terkirim ke gerai-gerai. Singkatnya, metode Cross Dock memungkinkan
prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang
terdegradasi (tertinggal) di gudang. “Pada dasarnya fungsi DC kan untuk
meredistribusi produk, bukan untuk menyimpan produk. Jadi melalui Cross Dock
kami mengembalikan DC ini ke fungsi sebenarnya,” Bayu
menjelaskan. “Kami yang pertama kali menerapkan JIT di pusat
distribusi,” Irawan mengklaim.
Keunikan cara tersebut – dibanding bila pemasok mengirimkan
langsung – bahwa produk-produk tadi sudah dikonsolidasi ketika dikirim ke
gerai. Misalnya, bila biasanya sebuah gerai menerima 30 truk yang berbeda, kini
cukup menerima 5 truk saja. Pasalnya, para pemasok bisa mengirimkan ke DC
Carrefour. Selanjutnya, barang dari berbagai pemasok itu akan dipilah-pilah
sesuai dengan permintaan gerai. Sebagai contoh, kini sebuah truk yang datang ke
gerai Carrefour Ratu Plaza, hanya perlu membawa produk-produk yang dibutuhkan
khusus oleh gerai itu.
Irawan juga menjelaskan, rantai pasokan yang dikembangkan
Carrefour ini bukan hanya berdasarkan proses pergerakan fisik produk, melainkan
memperhatikan pula aliran informasi. Selain itu juga mempertimbangkan
penyederhanaan dokumentasi untuk penagihan dari pemasok dan pembayaran oleh
Carrefour. Maklum, keberhasilan rantai pasokan di peritel sangat ditentukan
oleh aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai
sinkronisasi data kedua pihak. “Carrefour membangun rantai pasokan dengan
mengandalkan dukungan pemasok terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai
pasokan ini,” ujarnya memberi alasan.
Dijelaskan Bayu, untuk kebutuhan dalam proses aliran order,
pihaknya mengembangkan Central Order Pool (COP), di mana proses pengorderan
dilakukan secara otomatis dan terpusat berdasarkan posisi stok di gerai dan
parameter-parameter lain. Untuk melakukan pemesanan barang dengan seluruh
pemasok, Carrefour menggunakan sistem Electronic Data Interchange (EDI). Jika
order sudah diterima, pemasok bisa menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok
yang sudah mengintegrasikannya dengan sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka
menyampaikan (submit) order itu ke pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC
Carrefour.
Nah, mengingat kunci sukses atau tulang punggung proses order
tersentralisasi adalah akurasi data stok di gerai dan pusat distribusi
Carrefour, pihak Carrefour menerapkan proses cycle count (alias penghitungan
stok menggunakan sampling setiap hari). Dengan begitu, akurasi data di pusat
distribusi diklaim hampir selalu 100%, walaupun mengelola puluhan ribu jenis
produk.
Menurut Frederic Fontaine, Penasihat Teknis Rantai Pasokan
Carrefour, rantai pasokan yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan,
baik bagi Carrefour maupun pemasok. Bagi Carrefour, keuntungan utamanya
perbaikan ketersediaan produk di gerai. Menurutnya, hal itu sebenarnya juga
merupakan keuntungan bagi pemasok, karena menghilangkan lost of sales yang
diakibatkan produk tidak tersedia. Keuntungan lain bagi pemasok adalah proses
yang lebih sederhana, karena hanya memproses satu order. Pemasok juga hanya
perlu mengirim produk ke satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding
mengirim produk ke seluruh gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya
pengiriman, ketersediaan produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja
pemasok di Carrefour dalam hal service level.
Toh, diakui Fontaine, tingkat partisipasi mereka untuk bergabung
dengan sistem DC masih kurang. Padahal, service level para pemasok itu masih di
bawah ekspektasi Carrefour. Saat ini, rata-rata pemasok yang mengantar langsung
ke gerai Carrefour memiliki service level 50%. Misalnya, kalau pihak Carrefour
memesan 100 unit, mereka hanya mampu memasok 50 unit. Sementara pemasok yang
sudah menggunakan jasa logistik, service level-nya sudah 70%-75%. Pihak
Carrefour sendiri memberi toleransi untuk service level ini minimum 85%.
“Keberadaan DC ini untuk membantu mereka. Dengan begitu, mereka hanya fokus
untuk memproduksi barang. Karenanya, kami mengajak pemasok untuk bergabung ke pusat
distribusi kami,” Fontaine mengimbau.
Fontaine menyebutkan, orientasi Carrefour ke depan bukan pada
pengembangan sistem TI. Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa
memenuhi kebutuhan. Sasaran utamanya sekarang meningkatkan para pemasok yang
masih memiliki service level rendah. Alasannya, kondisi itu menyebabkan lost of
sales, baik bagi pemasok maupun Carrefour sendiri. “Target kami meningkatkan
service level sehingga bisa mengirim barang secara on time, dan tahu demand
kami,” ucap Fontaine.
Salah satu pemasok yang sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan
yang dikembangkan Carrefour adalah CV Mulyatama – pemasok private label untuk
tempat CD, tempat tisu di mobil, dan sebagainya. Menurut Syritama Anas, pemilik
Mulyatama, pihaknya bergabung menjadi pemasok Carrefour sejak Februari 2008.
“Rantai pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus. Keunggulannya,
sistem ini sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja,” katanya mengakui.
Menurut Syritama, dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang
ini penggunaan tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung
ke gerai sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu
mobil maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup
dilakukan satu kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour.
Unilever Indonesia, salah satu supplier besar yang menjadi
pemasok Carrefour sejak 1998 (ketika peritel asal Prancis ini baru membuka
gerainya di Cempaka Putih), juga merupakan pemasok pertama yang ikut serta dalam
pengiriman terpusat (centralized delivery) Carrefour sejak pertama kali
Carrefour menerapkan sistem rantai pasokan baru.
Menurut Manghirim T. Tobing, Manajer Customer Service
Perdagangan Modern PT Unilever Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman terpusat
ini, Unilever sebagai pemasok tidak perlu lagi mengirim barang langsung ke
gerai-gerai Carrefour, tapi cukup ke gudang Carrefour. Carrefour kemudian akan
mengirim barang Unilever ke gerai bersama-sama dengan barang dari pemasok lain.
Sistem pengiriman terpusat ini, lanjut Manghirim, merupakan
kolaborasi yang baik antara Unilever dengan Carrefour. “Apabila dilihat dari
rantai pasokan secara keseluruhan, kolaborasi ini menghasilkan efisiensi yang
bisa dinikmati bersama oleh Unilever dan Carrefour,” ujar Manghirim. “Dengan
kapabilitas yang dimiliki Carrefour, sistem rantai pasokan yang baru ini bisa
dikembangkan untuk menjangkau daerah yang lebih luas seperti Jawa Barat,” ia
menambahkan.
Selain para pemasok, keunggulan sistem rantai pasokan Carrefour
juga diakui konsultan TI Hadi Barko. Menurutnya, seluruh gerai Carrefour sudah
tersambung ke DC Pondok Ungu dan menggunakan satu sistem ERP (single platform).
Menurut Hadi, kalau software-nya berbeda-beda, akan butuh waktu untuk transfer
dan kolaborasi datanya tidak real time. Mekanisme kerjanya, sistem ERP yang
digunakan Carrefour akan memicu ke pemasok melalui fasilitas e-business ataupun
e-mail. “Sebaiknya top ten suppliers atau para pemasok yang mewakili 80% nilai
transaksi, memiliki koneksi langsung ke Carrefour,” kata Hadi menyarankan.
Pakar supply management yang sekarang bermukim di Singapura ini
menyarankan, penerapan SCM ini bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak
Carrefour harus mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi
online dengan gerai-gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi
Carrefour. Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya diperhatikan performance
management tool di masing-masing gerai – yang bisa dianalisis oleh manajer
gerai untuk kepentingan forecast atau estimasi. “Tim SCM dan manajer gerai
harus bisa membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk
keputusan berikutnya,” katanya.
Lalu, sistem penerimaan barang (goods receipt) di gudang
masing-masing gerai disarankan bisa menggunakan sistem barcoding – untuk Top 20
gerai sebaiknya malah dengan teknologi radio frequency identification (RFID) –
sehingga pergerakan barang/stok langsung termonitor (terdeteksi) . “Tingkat
akurasi di masing-masing gerai minimum juga harus 95%,” ujarnya menganjurkan.
Tgl : 05 November 2013
Jam akses : 22.00 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar